![]() |
Pendidikan Literasi Internet |
Penulis : Dede Taufik, S.Pd.
Pengguna
internet atau internetcitizen
(netizen) di Indonesia, setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), menunjukkan hasil risetnya pada
tahun 2013 hingga 2015, jika jumlah netizen meningkat dari 82 juta menjadi 139
juta. Sementara pada tahun 2014, total netizen di Indonesia mencapai 88,1 juta
dari jumlah 252,5 juta jiwa penduduk Indonesia berdasarkan data pada Badan
Pusat Statistik (BPS).
Layanan internet yang seringkali
diakses oleh sebagian besar para netizen adalah media sosial. Beberapa media
sosial yang sangat populer digunakan saat ini diantaranya: Facebook, Twitter, Path, Instagram, Linkedin, Google+, dan
sebagainya. Para netizen yang banyak mengakses media sosial adalah kalangan
remaja yang berusia 15 sampai 19 tahun. Dalam hal ini, usia tersebut termasuk
usia pelajar pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah
Menengah Atas (SMA). Bahkan pelajar sekolah dasar (SD), dewasa ini telah
memiliki berbagai akun media sosial dan menjadi pengguna setianya.
Banyaknya para netizen di kalangan remaja dan telah menjadi pengguna setia media sosial, menjadikan internet sebagai suatu kebudayaan. Para remaja khususnya pelajar, kini lebih dipermudah dalam mencari ilmu pengetahuan untuk menunjang kebutuhan belajarnya. Hanya dengan memanfaatkan mesin pencari seperti google, mengerjakan tugas sekolah bisa lebih mudah dan cepat.
Namun sayangnya, tidak sedikit para remaja atau nitizen lainnya terjerumus dalam penggunaan internet yang tidak sehat. Maksudnya, mengakses internet yang mengarah pada hal-hal negatif seperti mengakses situs yang mengandung pornografi. Bahkan menghina atau mencemarkan nama baik seseorang. Semua itu, akan merugikan dirinya sendiri jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.
Mempertimbangkan jumlah netizen yang sangat banyak dan sebagian besarnya adalah pelajar. Nampaknya, pendidikan literasi internet bagi pelajar harus terus ditingkatkan. Tujuannya, agar pelajar tidak hanya melek terhadap teknologi tetapi mampu memanfaatkannya untuk kegiatan positif.
Dengan adanya pendidikan literasi internet bagi siswa, diharapkan bisa membuka pola pikir mereka. Bahwa keberadaan internet bukan hanya sebatas selfi, curhat, dan pamer segala bentuk yang sedang dilakukan pada media sosial. Tetapi, bisa menjadikan internet sebagai peluang menuju masa depan gemilang dengan cara menggagas dan menyebarkan kebaikan.
Ket : Tulisan ini dimuat di Harian Umum Kabar Priangan, edisi Selasa (06/10/2015)
Banyaknya para netizen di kalangan remaja dan telah menjadi pengguna setia media sosial, menjadikan internet sebagai suatu kebudayaan. Para remaja khususnya pelajar, kini lebih dipermudah dalam mencari ilmu pengetahuan untuk menunjang kebutuhan belajarnya. Hanya dengan memanfaatkan mesin pencari seperti google, mengerjakan tugas sekolah bisa lebih mudah dan cepat.
Namun sayangnya, tidak sedikit para remaja atau nitizen lainnya terjerumus dalam penggunaan internet yang tidak sehat. Maksudnya, mengakses internet yang mengarah pada hal-hal negatif seperti mengakses situs yang mengandung pornografi. Bahkan menghina atau mencemarkan nama baik seseorang. Semua itu, akan merugikan dirinya sendiri jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.
Mempertimbangkan jumlah netizen yang sangat banyak dan sebagian besarnya adalah pelajar. Nampaknya, pendidikan literasi internet bagi pelajar harus terus ditingkatkan. Tujuannya, agar pelajar tidak hanya melek terhadap teknologi tetapi mampu memanfaatkannya untuk kegiatan positif.
Dengan adanya pendidikan literasi internet bagi siswa, diharapkan bisa membuka pola pikir mereka. Bahwa keberadaan internet bukan hanya sebatas selfi, curhat, dan pamer segala bentuk yang sedang dilakukan pada media sosial. Tetapi, bisa menjadikan internet sebagai peluang menuju masa depan gemilang dengan cara menggagas dan menyebarkan kebaikan.
Ket : Tulisan ini dimuat di Harian Umum Kabar Priangan, edisi Selasa (06/10/2015)